Pekewuh

0 komentar

Pekewuh alam bahasa Jawa, kalau di bahasa Indonesiakan artinya hampir sama dengan malu.Malu bukan dari kata sifat, namun malu karena keadaan.
Wah, aku pekewuh karo pak anu…(Red : Mungkin terlalu banyak kebaikan yang sudah diterima dari seseorang kepada kita, jadinya kita malu apabila bertemu atau ingin mengungkapkan sesuatu kepada pak anu).Begitulah kemungkinan gambaran rasa pekewuh dalam kehidupan kita sehari-hari.

Dalam setiap keadaan, pekewuh terkadang memang menjadi alasan yang kuat, yang tanpa disadari justru malah menjadi bumerang dalam melayani Tuhan.Contoh yang paling sederhana saja dapat kita lihat dalam perkumpulan doa misalnya, ayo pimpin doa, nah mulailah, lempar sana, lempar sini, bapak saja, ooo ibu saja, jangan saya, saya masih …
Saya nggak enak sama…. Dan masih banyak alasan lain yang mewarnai sikap pekewuh kita.Dan tidak jarang hal ini tiba-tiba menjadi satu budaya dalam kehidupan kita.
Mengapa menjadi budaya? Karena sering kita lakukan, berakar kuat dalam pembentukan pola pikir kita, menjadi suatu kebiasaan, sehingga terbentuklah yang namanya budaya pekewuh.
Kita akan merasa lega, ketika kita terbebas dari penunjukan dan itu artinya kita bangga dengan rasa pekewuh itu.

Kalau kembali dipikirkan, tidak semestinya harus demikian.Kita pekewuh terhadap orang, kita pekewuh karena kebaikannya, bukankah Tuhan Yesus super baik dalam hidup kita, bahkan dalam kondisi terpepetpun Dia memberikan yang terbaik, memberikan kecukupan kepada hidup kita, memberikan jodoh yang terbaik, yang sepadan, memberikan makanan yang dapat kita makan dengan cukup, standart kesehatan yang cukup untuk tubuh kita dalam menjalani rutinitas hidup sehari-hari, Dia menyembuhkan segala luka kita, jasmani maupun rohani, bahkan lebih sering Tuhan kita paksa untuk memenuhi kebutuhan kita, dan tidak jarang pemaksaan itu berakhir dengan “keberhasilan”.Luar biasa, Dia tidak pernah marah, meskipun kita ngotot, kita kekeh dengan pendirian kita, ini saja Tuhan, aku pilih ini, ini jalan hidupku, Tuhan tolong berkati jalanku, ya mungkin kita merasa sering begitu.

Pekewuh kah kita terhadap Tuhan ?

KebaikanNya yang tiada tara dalam hidup kita, sudah selayak dan sepantasnyalah kita pekewuh.Dengan pekewuh kepada Tuhan, kita berani untuk memberikan pelayanan, kita berani untuk memimpin persekutuan, kita berani tampil untuk kemuliaan Tuhan, kita berani mewartakan kebaikan Tuhan dalam hidup kita, kita berani bersaksi, dan masih banyak hal yang positif yang dapat kita lakukan, dan membuat kita bersemangat dalam menjalani hidup ini.

Salatiga, 041108 03:03 WIB

Pekewuh alam bahasa Jawa, kalau di bahasa Indonesiakan artinya hampir sama dengan malu.Malu bukan dari kata sifat, namun malu karena keadaan.

Untuk Sahabat

0 komentar
Saya kaget, mendengar dari kakak saya bahwa sahabat saya akan menikah tanggal 27 April nanti.Tanpa ada kabar sebelumnya, membuat kami sekeluarga hanya bisa merutuk dan sedikit menyesal, kok tidak memberi kabar?Usut punya usut ternyata mereka berdua ingin membuat surprise.Oooo… begitu.
Tapi surprisenya kadaluwarsa, sudah ketahuan dulu.

Buat kami memang tidak ada pengaruhnya, dan kamipun memakluminya.

Ingat pernikahan, saya teringat Pengkhotbah 3 : 11… Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir…

Sama seperti yang sahabat saya alami, kita bisa saja merencanakan sesuatu, tetapi Yang Empunya Hidup menghendaki lain, kita harus bagaimana?Apakah harus “ngotot”? Tuhan saya maunya yang ini.Namun apa yang terjadi? Impian bisa jadi tak seindah kenyataan dan pastinya Tuhan akan menjawab…No..No..No…Tunggu dulu…Keinginan kita uuups …hilang lenyap begitu saja.Akhirnya apa? Sabar dulu!
Dan
Ketika waktunya sudah tepat, Dia pasti akan memberikan dengan sempurna.

Benar saja, beberapa tahun terakhir ada kabar bahwa mereka sudah berdua, sudah bertemu, berkenalan, saling cocok, dan berlanjut ke hubungan yang lebih serius.Simple dan tak berbelit-belit.Ajaib!

Menurut saya, ya itulah kehidupan yang harus dijalani.

Tuhan sudah menggariskan apa yang dalam rancanganNya, supaya semua berjalan dibawah kendali Tuhan, lebih konkretnya supaya kita tidak mudah putus asa dalam menjalani hidup kita sendiri.Dengan kesabaran dan menjalani kehidupan yang benar, tentunya akan membuahkan sesuatu yang berguna dalam hidup ini.

Coba bayangkan saja, jika kita “kekeh” dengan pendirian kita, dan bersikeras dengan sikap kita, wah saya tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya.Kalau bicara kecewa, ya pasti kecewa, namun apakah harus tenggelam terus menerus dalam kekecewaan?Tuhan mau supaya kita berani hidup, dalam segala hal.Ya, berani hidup.Memutuskan segala sesuatu dengan bantuan Tuhan melalui doa-doa kita.

Kita tidak akan pernah tahu hasilnya, tetapi Tuhanlah yang berhak menentukan.

Perjalanan kasih membutuhkan pengertian, pengorbanan, dan penghargaan supaya tercipta hubungan yang harmonis dalam membangun bahtera rumah tangga.

Pernikahan merupakan salah satu jawaban Tuhan atas teka-teki masa depan kita.

(Kado untuk te Cicil dan om Reynald di Salatiga, Tuhan sayang dengan kalian ).

Catatan
Tulisan ini saya tulis pas mereka berdua mau menikah, akan tetapi setelah kurang lebih berselang pernikahan mereka, mereka berdua harus kehilangan ibunda tercinta…Dan beberapa hari yang lalu tepatnya 8 Oktober 2008, mereka diberikan anugerah seorang putri dengan panggilan “ Grace"

Selagi Mampu Bertahan ( Kikis Istianta )

0 komentar
Apakah kekuatanku, sehingga aku sanggup bertahan, dan apakah masa depanku, sehingga aku harus bersabar?
(Ayub 6: 11)

Kemarin malam, tepatnya dini hari jam satu pagi, saya dikejutkan oleh ketokan pintu di rumah saya, dan ternyata yang muncul adalah anak buah saya, dengan muka yang tegang dia mengabarkan bahwa dermaga muat di depan pabrik hancur semua karena dihantam kapal ponton.---Kami tinggal di tepi sungai besar yang merupakan satu-satunya lalulintas air di daerah ini ---Pada saat itu saya sempat panik, tapi saya tahan-tahan sampai saya tiba di dermaga tersebut.Karena tali pengikat depan lepas maka kapal ponton yang sedang mengisi muatan hasil produksi kami di dermaga terhanyut oleh arus dan mencabut tiang-tiang pancang pengikat tali kapal dan merusakkan sebagian dari dermaga pabrik.Baru kali ini saya melihat kehebatan arus yang mengalir, dan memang pada saat itu saya bisa melihat aliran air itu dengan memperhatikan enceng godok yang bergerak seiring dengan arus itu, lumayan deras.Saat itu tali sebesar lengan masih terikat hanya pada satu tiang pancang dan hanya itulah yang menahan beban kapal ponton yang bermuatan 3.000 ton, setelah kurang lebih setengah jam bertahan akhirnya air sungai yang mulai pasang mulai menarik tali yang terikat pada tiang pancang dan jembatan batu yang dibangun lebih dari 20 tahun terbelah dan tertarik sehingga putus dan tiang pancang pengikat tali tercabut.Kejadiannya cukup menegangkan karena kalau tidak ada ada penahan tali itu, ponton bisa dipastikan akan hanyut dan menghantam semua dermaga di pasar yang terletak tidak jauh dari tempat kami.Setelah dermaga terseret ponton, kapal penarik bertahan lama untuk melawan arus mebawa ponton itu ke tengah sungai, dan akhirnya ponton dengan beban 3.000 ton perlahan – lahan meninggalkan pelabuhan untuk berlabuh.
Kerusakan lumayan parah, jembatan batu, tiang pancang, kayu2 ulin, dan penahan dermaga, hanyut terbawa arus sungai.Hanya beberapa jam apa yang saya lihat sore harinya, sudah tidak ada lagi ditempatnya.

Saat itulah saya merenungkan, bagaimana kondisi yang harus kita hadapi ketika kita berada pada situasi yang demikian, di tengah arus dunia yang serba cepat, serba deras, perubahan yang tiba-tiba, situasi yang tidak menentu.Mampukah kita bertahan atau malah ikut terseret arus ? Di sekitar kita, banyak sekali hal- hal yang membuat kita menjadi bimbang dan ragu, apalagi ditengah – tengah maraknya keinginan – keinginan tersembunyi dalam hati kita untuk menguasai “dunia” dengan harta kekayaan, jabatan ataupun kekuasaan.

Terkadang saya bertanya dalam diri saya sendiri, mampukah saya bertahan menghadapi semua ini?

Satu jawaban saya peroleh setelah tulisan ini saya biarkan kurang lebih dua bulan.Harus mampu bertahan.Ada penolong yang setia.Penolong yang hidup.Tuhan Yesus.
Beberapa saat setelah itu, saya mengalami sebuah keadaan yang berbalik 180 derajat.Ketika pekerjaan banyak terbengkelai, ketika semua menunjuk tangan ke arah saya, dan saya benar-benar mengalami suatu peristiwa yang mematahkan semangat saya.Seandainya saya punya sayap saya akan terbang tinggi menjauh dari segala permasalahan yang ada.Namun saya kembali diingatkan ditegur Tuhan.Melalui perenungan saya, doa yang saya panjatkan, akhirnya saya menemukan kembali peluang-peluang kecil yang tatap mengharapkan saya untuk bertahan dalam situasi yang bagaimanapun.Kritikan, saran, masukan saya mencoba ntuk menerimanya meskipun dengan rasa yang berat, dengan rasa sakit hati yang terpendam, dan saya mencoba melupakannya, mencari nilai positifnya.Hati kecil saya mengisyaratkan untuk tetap bertahan selagi mampu…

Sama halnya ketika badai menerpa, dan tdk hanya itu mungkin akan meninggalkan sisa-sisa kerusakan yang membuat hati kita teriris pilu, tapi yan jelas badai itu pasti berlalu bukan?

Dilema, 2007

Lega

0 komentar
… Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan,sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan.Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apa pun …
( Yakobus 1 : 2 -4 )

Terkadang di saat harapan sirna, seperti halnya dewi fortuna yang tidak mau hinggap dalam diri kita, kita sering merasa sendiri, kita sering juga merasa bahwa kitalah satu-satunya orang di dunia yang mengalami nasib paling buruk.Benar apa tidak?

Berbicara mengenai nasib buruk dan nasib baik adalah satu hal yang relatif.Kita tidak bisa mengidentifikasi dengan benar apakah kejadian yang menimpa kita itu termasuk dalam kategori baik atau buruk.Secara sederhana dapat saya paparkan, ketika saya flu, menurut saya sangat menjengkelkan, apes, tapi menurut istri saya, sesuatu yang baik, dengan diserang flu, saya jadi bisa istirahat, saya bisa intropeksi dengan diri saya sendiri.Dan tambahnya, saya diingatkan untuk tidak usah “ngoyo” dalam mencari uang.
Ada dua sisi memang, baik dan buruk, makanya semua harus dipandang dari berbagai sudut, dan memang jika terserang flu buat saya adalah suatu penderitaan, namun dengan pemikiran yang berbeda itu, saya jadi lebih santai dalam memikirkan kondisi saya, memang badan saya sakit tapi itu jauh lebih baik, dan akhirnya saya bisa berkonsentrasi untuk kesembuhan sakit saya.Ya, memang terkadang kita tidak bisa memungkiri, menebak-nebak nasib buruk dan nasib baik, yang pasti Tuhan punya rencana indah buat kita.
Apalagi disaat sekarang ini, semua berlomba-lomba mencari dan mengejar pekerjaan.Dengan satu tujuan untuk mencari nafkah buat diri sendiri, bagi yang belum berkeluarga,ataupun sebagai bagian dari tulang punggung keluarga.

Memang, ditengah kebutuhan hidup yang nota bene harus kita keluarkan sebagai “biaya”, seringkali menghantui saya dan menimbulkan berbagai pertanyaan, kekhawatiran, bagaimana memenuhinya?Wajar dan tidak wajar saya bertanya begitu, saya rasa sebagian dari kita pasti akan berpikir kembali apabila terkondisi seperti itu.

Nah, di tengah – tengah pergumulan ini, saya diajak dan dicelikkan mata saya oleh Tuhan.Bagaimana tidak? Pagi-pagi saya bangun, bersiap-siap berangkat kerja, naik bis kota yang penuh sesak, mereka ( red : penumpang ) rela berdesak –desakan untuk satu tujuan, bekerja.Saya merasakan, bagaimana mata hati saya di tuntun untuk melihat dan mensyukuri bahwa saya lebih beruntung dari mereka.Belum lagi, ditengah kesumpekan bis kota, lagu-lagu bernuansa cinta di nyanyikan oleh pengamen “cilik”, masih muda sekali, bahkan taksiran saya masih berumur 10 tahunan, dengan membagi –bagikan amplop yang bertuliskan, mohon bantuan, kami mengamen untuk membeli nasi sebungkus, padahal, ketika saya berumur segitu, saya tinggal nodong, minta apa saja di belikan.Belum lagi di sepanjang perjalanan ke kantor, pemulung, pengemis, sedang giat2nya mengais tempat sampah sementara penjaja-penjaja koran berlari-lari mengejar pelanggan, dan masih banyak lagi yang saya lihat, saya rasakan, saya pahami, bagaimana mereka membanting tulang, berkeringat tanpa kenal lelah untuk mencapai kecukupan hidup.
Belum lagi sampai di kantor, di Pos Satpam ada transakasi pinjam meminjam uang, karena belum gajian, dan meskipun saya tahu, kalau bulan ini tidak ada gaji buat mereka, dipotong ini dan itu, dan saya hanya bisa membayangkan, bagaimana nasib keluarga, anak-anak?

Tuhan, Engkau kembali mengingatkan dan menegur saya: Inilah hidup! Jalani saja dengan penuh rasa syukur!

Saya terhenyak, dan sungguh luar biasa,Tuhan tidak pernah tinggal diam.Bahkan lebih dari itu Dia memberikan banyak contoh dan teladan yang kita tidak pernah sangka-sangka datangnya.Hal itu dimulai dari diri kita, teman-teman kita, lingkungan kita, dan yang paling menonjol, permasalahannya ditunjukkanNya justru dari hal yang sepele, hal yang sederhana, hal yang tidak pernah terpikirkan.

Apa yang sebenarnya melanda kita, kesukaan maupun duka cita, itu semua merupakan sebuah perjalanan kasih yang tidak akan sia-sia, sekalipun kita tidak pernah menghayati hari –hari yang kita lalui, entah dilanda kesibukan dan lain sebagainya.

Bagaimana jika kita menghayati dan memperhatikan apa yang sebenarnya Tuhan Yesus inginkan dari hidup kita?Mulai hari ini?

Semarang, 09 04 08

Radio Saya 99 Koma Sekian FM

0 komentar
Saya punya hobi yang sampai saat ini tidak pernah saya lakukan lagi.Hobi yang paling saya sukai dan saya rindu untuk melakukannya lagi sekarang ini.Ada keinginan untuk mencoba, namun apa daya belum juga tercapai maksudnya.

Hobi saya adalah siaran, jadi pembawa acara di acara radio.Suara saya saat itu sangat dikenal dikalangan pecinta radio di kota saya, meskipun hanya amatiran, tapi saya puas sekali dalam menyampaikan sesuatu kepada pendengar – pendengar saya.Apalagi ketika ada teman-teman saya menanyakan, kok tadi nggak siaran? Wah, hati ini begitu tersentuh.Boleh dibilang mereka, pendengar radio saya, sangat merindukan suara saya menggema diruangan mereka.Bukan teman saja ternyata, juga orang-orang tua di sekitar tempat tinggal saya, mereka terhibur dengan radio saya, radio No Name 99 koma sekian FM.Mereka tertarik dengan acara yang saya buat, ada yang untuk kaum muda, dewasa, atau dewasa yang berjiwa muda, ada pop, keroncong,tapi tidak ada dangdut, karena saat itu belum marak musik-musik dangdut, yang lagi beken lagu-lagu pop alternative.Kadang kalau saya dijalan dan kebetulan bertemu dan kenal saya dan radio saya, mereka pasti mengingatkan, ntar sore siaran ya? Saya hanya mengangguk saja.

Dunia radio membuat saya benar-benar jatuh cinta.Dunia tanpa batas.Setiap orang bisa mendengarnya tanpa halangan, dan bagi saya meskipun harus begadang, bukan hal yang memberatkan, tapi hal yang sangat menyenangkan, karena saya puas, dan ketika radio-radio swasta resmi berhenti siaran, saya semakin semangat, bahkan dari survey pribadi saya, ketika saya putar satu kaset lagu hits nonstop, jam dua dini hari saya keluar ke jalan mencari kopi susu, diwarung –warung sepanjang jalan protokol kota saya, saya mendengar mereka memutar radio saya.Saya diam dan terharu.Terselip senyuman, bangga bisa menghibur orang lain.
Saya tersenyum sendirian saat ini, ketika saya mengingat semua itu.Saat ini saya sudah berubah, menjadi seorang bapak, kepala rumah tangga, namun keinginan itu masih tersimpan dalam benak dan pikiran saya.Saya tidak ingin membuangnya dari hati saya.Apalagi saat ini saya mempuyai komitmen melayani sesama dengan menebarkan kasih Kristus, yang merupakan panggilan hati saya yang terdalam.

Tiba-tiba saya terhenyak, termenung sesaat, berusaha berbicara denganNya, Tuhan, mungkin jika siaran Tuhan yang otomatis duapuluh empat jam sejenak kita dengarkan, ada sesuatu yang lain menghiasi ruang hati kita.Tuhan pun akan tersenyum ketika melihat kita mendengarkan siaran Tuhan dengan penuh kehidmatan.Tuhan bangga dan puas, bisa memberikan sebuah rona kehidupan baru bagi umatNya. Dan bagi kita yang telah mendengarkan alunan firman dariNya terhibur dan bersukacita, serasa diingatkan dan dikuatkan kembali untuk tetap setia menyimak siaran Tuhan.

Tuhan memberikan sebuah penawaran firman untuk kita lakukan secara nyata dalam setiap sisi kehidupan kita yang menjadi obat kerinduan kita pada Sang Juru Selamat.
Sama seperti kesan pendengar, yang senantiasa rindu disapa oleh sang penyiar, ada perasaan tersanjung, merasa tidak dilupakan.
Saya jadi sadar, bahwa tujuan saya menyenangkan orang lain bukan semata-mata saya mampu melakukannya, namun ternyata ada kekuatan Roh Kudus yang menggerakkan semua itu.Saya tidak akan mampu untuk membahagiakan semua orang, hanya Sang Pencipta yang mampu melakukan, namun dalam hati saya yang terdalam saya mempunyai keyakinan bahwa partisipasi saya dalam mengabarkan kabar baik membuat suasana di sekitar saya menjadi semakin indah dan menggugah semangat saya serta membangunkan talenta saya yang terpendam.

Pada suatu malam berfirmanlah Tuhan kepada Paulus di dalam suatu penglihatan: "Jangan takut! Teruslah memberitakan firman dan jangan diam! ( Kisah Para Rasul 18 : 9 )

Sapat, Juli 2007

Mengambil Langkah

1 komentar

Seperti biasa, saya berangkat ke kantor pagi itu.Udara sejuk, namun masih menyisakan kedinginan malam yang tertinggal.Sambil menikmati pemandangan di sepanjang jalan itu, saya juga berkonsentrasi di jalan.Separuh perjalanan sudah saya tempuh, dan situasi masih nyaman, lalu lintas tidak begitu ramai. Tiba-tiba ponsel saya bergetar, dan seketika itu saya menepikan kendaraan, ternyata sang istri mengabarkan bahwa istri atasan saya mampir ke rumah kami.Setelah berbicara seperlunya, kembali saya melanjutkan perjalanan.Tidak berapa lama lagi, saya harus menepikan kendaraan, kali ini rekan kerja saya, menanyakan pekerjaan.Setelah memberikan penjelasan, saya juga mengabarkan bahwa sebentar lagi saya sampai ke kantor, tunggu saja.Begitulah akhir pembicaraan saya, dan kembali saya melanjutkan perjalanan saya.Dalam hati saya berbisik, paling tinggal seperempat jam lagi sampai.

Sampailah saya di trafficlight, berhenti sejenak karena lampu merah masih menyala.Setelah lampu hijau, kendaraan saya lajukan lagi.Tak lama berselang sebuah mobil, tanpa klakson, menyalip dan entah bagaimana, saya tersenggol dan jatuh.Saya terhempas ke aspal dan tangan kiri saya tak bisa digerakkan,Tuhan Yesus, saya jatuh…Saya tak bisa bangun.Akhirnya beberapa orang yang melihat kejadian itu membantu menepikan kendaraan, dan menggandeng saya.Sakit…

Sopir mobil itupun datang, orangnya sudah agak tua, beberapa orang di dekat saya menyarankan supaya di bawa ke rumah sakit saja.Akhirnya dengan menggunakan mobil tadi saya di bawa ke rumah sakit.Saya tidak mempedulikan keadaan, prinsip saya pada saat itu adalah saya dapat diselamatkan.Sampai di rumah sakit, saya di beri ongkos berobat oleh yang empunya kendaraan yang ternyata juga seorang dokter.Ada perasaan sedih, kecewa, menyesal, tapi bagaimana lagi? Semua sudah terjadi.

Di rumah sakit, saya hanya bisa mengerang kesakitan.Meskipun tidak ada luka, tapi ternyata sendi bahu kiri saya meleset dan retak.Sebetulnya saya tidak akan memberitahukan kepada istri maupun saudara saya, akan tetapi melihat kondisi yang demikian saya akhirnya membuang ego saya, saya beranikan menghubungi kakak saya, yang pada akhirnya ikut repot menangggung beban yang saya sandang.Setelah menunggu kurang lebih 8 jam, akhirnya saya di bawa ke ruang operasi, memang tidak di operasi hanya di reposisi saja, saya di bius dan tahu-tahu tangan kiri saya sudah terbalut kain coklat khas penderita patah tulang.

Selesai direposisi, saya disarankan untuk menginap dan ternyata tidak gampang juga mencari kamar inap, setelah beberapa saat mencari kamar inap, dengan terpaksa akhirnya menginap juga di ruang yang VIP.Tidak terbayangkan bagaimana rasanya, tapi namanya sakit, yang penting bisa beristirahat, itu saja titik.

Pagi harinya ketika bangun, saya langsung check up kondisi saya dan dokter menyarankan kepada saya untuk pulang hari itu juga sambil rawat jalan.Administrasi diselesaikan dan ternyata diluar perkiraan, tidak ratusan ribu malah jutaan.Ironis….
Lupakan saja, bersyukur, nggak usah dipikirin, dan berbagai macam “nasehat” saya terima, ketika saya “mengeluhkan” beban biaya pengobatan tersebut. ( Kakak, sahabat, orangtua, saya tidak tahu bagaimana saya harus berterimakasih kepada mereka ).
Pengalaman tersebut bagi saya merupakan moment yang sangat istimewa, meskipun saya tidak mencatat kapan saya mengalami kejadian itu.

Kejadian yang terjadi 2 bulan yang lalu ini saya refleksikan dengan perjalanan hidup yang sudah saya lalui, dan ketika saya renungkan saya bertanya dalam diri saya dan dalam doa- doa saya, Tuhan rancanganku atau rancanganMu kah?Saya akhiri dalam harapan agar kehendak Tuhan saja yang terjadi dalam hidup saya.Beberapa waktu ini pabrik tempat saya bekerja mulai mengalami kebangkrutan beberapa bulan terakhir dan kondisi tersebut berdampak terhadap pemutusan hubungan kerja semua karyawan.Meskipun saya masih dipertahankan, namun beberapa bulan tersebut, tidak ada kegiatan kantor yang saya kerjakan.Hal ini menjadi dilema, saya cocok dengan pekerjaan saya, namun jika tidak ada aktifitas, apa yang harus saya lakukan?Pikiran saya mulai bercabang, ingin pindah kerja.Tidak ada pilihan lain, mengingat kondisi yang semakin tidak menentu di perusahaan.Dengan berat hati saya mulai perlahan-lahan mengurangi kehadiran saya di kantor.
Saya isi aktifitas saya dengan mengirimkan puluhan lamaran kerja melalui berbagai media.Dari beberapa lamaran kerja yang saya kirimkan, sempat saya diinterview dan dipersilahkan menunggu pemberitahuan selanjutnya.
Dalam kebimbangan saya, saya berharap padaNya, Tuhan, saya tahu rancanganMu adalah rancangan yang terindah dalam hidupku, saya serahkan usaha dan dayaku untuk kemulian namaMu.Memang sangat tidak mudah, meninggalkan hubungan baik yang mungkin baru setengah tahun berjalan.

Beberapa waktu setelah saya mengalami kecelakaan, saya dipanggil oleh beberapa perusahaan untuk interview, dan salah satunya menerima saya bekerja, bahkan dengan imbalan yang sangat menarik.Saya dipersilahkan menentukan sendiri kapan saya bisa mulai bekerja.Puji Tuhan, teriak batin saya.Sungguh, saya bersyukur sekali.Langkah awal untuk saya menentukan sebuah keputusan, dan akhirnya saya bertekad untuk berkarir di perusahaan yang baru dan berpamitan dengan atasan perusahaan saya yang lama.Satu keputusan yang saya buat mengakhiri dilema saya.

Kejadian buruk mungkin saat ini kita rasakan sebagai suatu hal yang merisaukan, namun ketika kita kembali pada rasa syukur kita, kita akan senantiasa menemukan harapan-harapan baru dalam jiwa kita, senantiasa ingat bahwa Ia punya rancangan terindah buat kita.


Ya TUHAN, Engkaulah Allahku; aku mau meninggikan Engkau, mau menyanyikan syukur bagi nama-Mu; sebab dengan kesetiaan yang teguh Engkau telah melaksanakan rancangan-Mu yang ajaib yang telah ada sejak dahulu.( Yesaya 25: 1 )


Salatiga, 21 September 2008

Sedikit Lagi

0 komentar
Sore itu, saya sudah bersiap-siap untuk segera membereskan pekerjaan saya, dan saya sudah menyusun strategi untuk bisa pulang sampai rumah lebih awal.Begitu saya selesai berkemas-kemas, teman satu kantorpun sudah saya booking untuk mengantarkan ke jalur bis kota di ujung jalan kantor ( lumayan pegel kalau jalan kaki ).Memang sudah sesuai target, begitu sampai diujung jalan, bis kota langsung datang sesuai dengan jurusan yang saya tuju.Begitu bis itu melaju, sambil melirik jam tangan saya, saya berharap bisa sampai di pemberhentian berikutnya untuk oper bis luar kota tepat waktu.

Tapi yang terjadi, aduh, bis kota super lambat, sebentar berhenti, walaupun didalam sudah seperti “ikan pindang” ( penuh sesak ), masih saja lambat, cuma dijalanan turun saja melaju kencan, saya tertawa sendiri.Saya masih bisa mentolelir, mungkin jam sekian baru sampai.Benar juga, pikir-pikir masih masuk hitunganlah.Begitu turun dari bis kota, tidak berapa lama bis antar kota masuk, langsung saja saya naik, walaupun tidak ada tempat duduk, saya sudah lega, dalam hati saya berpikir, masih untung.Bis melaju kencang, saya malah tambah senang, artinya waktu saya yang sempat “hilang” bisa terobati dari laju bis ini.Hitung-hitung mengejar waktu.

Sekali lagi saya lirik jam tangan saya, masih bisa pulang awal, bisik saya dalam hati.Dengan tenang dan tersenyum puas saya merasakan kelegaan yang luar biasa, apalagi setelah saya mendapatkan tempat duduk yang nyaman, di belakang, tempat favorit saya, sambil di terpa angin senja yang lembut, wah…enak sekali rasanya.Ketika bis yang saya tumpangi sudah melewati satu terminal dan singgahpun hanya sebentar, kemudian melanjutkan perjalanan kembali, saya tersenyum sendirian, hampir sampai, bisik saya, lancar…artinya saya sudah hampir tiba dan bisa dengan segera bertemu dengan orang rumah.

Sekali lagi saya melirik jam tangan saya, cepat juga…Kurang lebih seperempat jam lagi sampai tujuan.Selesai saya berpikir seperti itu, tiba-tiba bis itu menepi ke pinggir jalan, masuk ke tepi jalan yang tidak beraspal dan berhenti, suara mesin mati, suasana jadi hening sejenak, terus berubah jadi kacau, dan penumpang berhamburan turun ke jalan. Ada yang bilang ban gembos, ada yang bilang mesin rusak.
Keadaan ini mendorong saya untuk ikut turun, memastikan dan bertanya apa yang tengah terjadi?Setelah saya turun, saya berlari ke depan, dan bertanya pada kondektur bis yang kebetulan berdiri di depan bis itu dan menatap saya sejenak dengan wajah bengong.Ada apa? Jawabannya sederhana dan hampir tidak masuk akal untuk ukuran bis antar kota seperti yang biasa saya naiki dan tentu saja sudah puluhan tahun melintas di jalur ini.Solarnya habis, mas…Lha?Saya juga ikut bengong, batin saya, sudah hampir sampai, bis macet lagi, kacau…kacau…Lha kok bisa ? Apa ya nggak diitung to, diisi dulu, dan umpatan2 lain, dengan nada kecewa. Banyak suara-suara seperti ini yang secara spontan keluar setelah kondektur menjelaskan kejadiannya.Memang belum nasib pulang awal, batin saya.
Tidak berapa lama, kelegaan kembali saya dapatkan, ketika bis dengan armada yang sama (maksudnya namanya sama) datang, saya dan beberapa penumpang yang senasib akhirnya ikut naik.Maksud hati berharap ada toleransi karena kesalahan bukan di pihak penumpang, namun ditarik ongkos juga, apa boleh buat, memang saya mau cepat pulang, dengan terpaksa saya berkorban beberapa lembar ribuan lagi.Ada perasaan kecewa, tapi mau apa lagi? Akhirnya saya sampai di rumah dengan selamat, dengan waktu yang molor, tapi ya namanyajuga kejadian tidak disangka-sangka.It’s OK.

Dari kejadian yang saya alami ini, saya jadi teringat akan kehidupan saya sendiri, kejadian tadi merupakan satu hal yang mungkin sering kita alami, ketika tujuan yang hendak kita capai jadi terganggu, akhirnya maunya kita tidak sejalan dengan kenyataan yang mengakibatkan timbulnya rasa kecewa.Dalam kehidupan rohani kita, kita seringkali mengandalkan kekuatan kita sendiri di kala kita merasa mampu, lupa melibatkan Tuhan dalam setiap rencana kita, hingga akhirnya baru sadar bahwa Tuhan sudah merancangkan kehidupan tersendiri dan khusus buat kita jalani.

Satu hal yang pasti, dengan melencengnya tujuan yang ingin kita capai, kita dituntut untuk bersabar dan menanti dengan tekun apa yang menjadi kehendak Tuhan dalam hidup kita.Ada sesuatu yang Tuhan sisipkan disetiap nadi kesibukan kita. Kita tidak akan pernah tahu apa dan kapan terjadinya, percayalah bahwa Tuhan punya rencana yang indah untuk setiap sisi kehidupan kita.

Tinggal sedikit lagi.

Semarang, Maret 2008

Miskin, tapi...

0 komentar
Lalu Ia berkata: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang itu.( Lukas 21: 3 )

Pagi itu, saya melintas di jalan tol, sesampainya di pintu tol di depan saya ada truk bermuatan pasir, truk yang besar dengan warna hijau di bagian bak truk, dan di bagian bawah truk ada tulisan yang cukup menggelitik, “ miskin tapi bisa memberi “.

Ketika saya merenungkan kembali tulisan di bamper truk itu, saya jadi teringat kisah seorang janda yang tertulis dalam Injil Lukas.Ketika Tuhan Yesus memperhatikan persembahan yang dilakukan oleh orang-orang kaya, dan memperhatikan dua peser persembahan seorang janda miskin, Yesus berujar bahwa sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak daripada semua orang itu.Ditekankan pula alasan yang tegas, karena ia (janda miskin) memberi dari kekurangannya, bahkan seluruh nafkah hidupnya untuk kemuliaan Tuhan, sementara sebagian orang memberi dari kelimpahan hartanya.Luar biasa !

Satu pelajaran berharga bagi kita semua, meneladani ketulusan seorang janda miskin di dalam melakukan persembahan kepada Tuhan.

Tuhan menciptakan segala sesuatunya dengan adil, ada kaya ada miskin, ada susah ada senang, semuanya berimbang.Ketika kita diberi kelimpahan meteripun, saya pikir juga tidak salah, bahkan ketika kita berada dalam posisi itu, semestinya kita tetap bersyukur dan memohon supaya dapat dimampukan untuk melakukan “titipan” kekayaan untuk hal- hal yang bermanfaat, bahkan ketika kita dilanda kekurangan, kita lebih-lebih harus mengucap syukur atas kekurangan yang ada, semua pasti ada waktunya, dan itu semua tidak terlepas dari campur tangan Tuhan.Dialah pengatur hidup kita yang sesungguhnya.

Kalau dikaitkan dengan “kekayaan” saya jadi teringat beberapa kisah dalam kisah Lukas 12 : 16, seorang kaya yang mengumpulkan harta dan terus berkeyakinan semu bahwa dengan harta berlimpah, kita bisa enjoy dan hidup “tentram”.Mengapa? karena dia khawatir akan masa depan.Setelah merasa “mantap” dalam Lukas 12:19 ,… Sesudah itu aku akan berkata kepada jiwaku: Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah!...
Sepertinya harapan itu benar-benar merupakan impian setiap orang saat ini, bagaimana tidak, harta berlimpah cukup untuk beberapa turunan.Tapi apa kata Yesus?

Tetapi firman Allah kepadanya: Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti?
Demikianlah jadinya dengan orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, jikalau ia tidak kaya di hadapan Allah."Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: "Karena itu Aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai.Sebab hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian ( Lukas 12 : 20 – 23 )

Kita tidak ditentang untuk menjadi kaya, kita bahkan dianjurkan untuk menjadi kaya sesuai dengan takaranNya, terlebih lagi kaya dihadapan Tuhan.Semua harta yang kita kumpulkan menjadi tolak ukur, bagaimana kehidupan rohani kita yang sesungguhnya, bagaimana pelayanan kita terhadap sesama, dan bagaimana pertanggungjawaban kita terhadap harta yang ada pada kita.

Demikian pula ketika kita terjatuh dalam kekurangan, kita pun harus dituntut untuk dapat mengatasi kekurangan dengan senantiasa berusaha, supaya kita bisa hidup berkecukupan.Teladan janda miskin diatas dapat menjadi sumber inspirasi bagi kita bahwa persembahan dari ketulusan dan hidup kita,meskipun hanya “ 2 peser “ adalah sangat berarti bagi kemuliaan Tuhan.

Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya.( Matius 6 : 20 )

Kota Baru – Salatiga , 28 September 2008

अखिर्न्य...

0 komentar
या तुलिसन दान इदेकू बीस दिपुब्लिकसिकन donk
 
Copyright © Jejak Berirama Blogger Theme by BloggerThemes & newwpthemes Sponsored by Internet Entrepreneur