Semut Gereja

0 komentar

Pada Perayaan Kamis Putih tadi sore saya mendapatkan sebuah ide untuk menulis judul di atas sebagai pokok bahasan tulisan saya kali ini.

Sore itu kami datang bertiga, saya, istri saya, dan anak saya.Sesi demi sesi acara kami ikuti, namun ketika pada acara pembacaan firman, si kecil mulai ribut, maklum dari siang tidak tidur siang, pemikiran kami saat itu, daripada terus menerus menangis akhirnya saya bawa keluar dan benar saja, tangisannya terhenti, meskipun demikian harga yang harus dibayar, saya tidak dapat menyimak khotbah yang di bawakan bapak pendeta.

Setelah berada di halaman gereja, kami duduk di bangku panjang yang memang disediakan untuk jemaat di luar gedung gereja, anak saya meminta untuk tiduran di pangkuan saya kemudian dia tertawa-tawa ( mungkin lega karena di dalam dia tidak bebas bergerak ).Ya sudahlah, batin saya.

Beberapa saat kemudian, si kecil mulai memperhatikan keadaan di sekitarnya.Anak saya menunjuk bulan yang muncul dan akan purnama, dan dia mulai mencari-cari sesuatu yang menarik perhatiannya.

Kebetulan, di bagian bawah tangga gereja ada segerombolan semut sedang membawa sisa kacang goreng yang jatuh.Saya ajak anak saya untuk memperhatikan semut- semut itu.Wah, mereka tampak kompak ya?Bergotong royong membawa makanan.Anak saya bertanya, dimana rumah semut?Saya menjawab dengan cepat, coba perhatikan kemana mereka membawa makanan itu, dan dia jongkok memperhatikan terus ke mana makanan itu di bawa oleh semut.Ternyata di ujung tangga itu ada lubang yang cukup besar dan kacang goreng itupun masuk ke dalam lubang itu. Wah, mereka masuk ke rumahnya, rumahnya di sini lho ! jawab anak saya.Tidak hanya satu kacang goreng yang di bawa, dibelakangnyapun ada beberapa kacang goreng lagi yang di bawa oleh pasukan semut itu.
Karena asyik memperhatikan bawaan semut itu, dia mulai bertanya, semut itu kan kecil tapi kenapa bisa bawa barang yang ukurannya lebih besar?Semut itu kok kuat ya?Coba lihat, berapa yang membawa?Mulai dia berhitung, ada delapan,jawabnya.Setelah saya hitung ada sebelas semut yang membawa kacang goreng.Saya berusaha menerangkan kalau satu kacang oreng di bawa satu semut, pasti tidak terangkat, tapi kalau di bawa beramai-ramai nah…buktinya kacang goreng itu bisa di bawa.Jadi bawanya harus beramai-ramai, itu namanya gotong royong. Semakin asyik dia memperhatikan semut-semut itu.

Mereka memang patut di acungi jempol, kebersamaan, persatuan, dan gotong royong semut tidak dapat diragukan lagi, dan tidak heran kalau filosofi semut ini sering menjadi ikon dalam mewujudkan kebersamaan.

Kita diharuskan untuk saling mengerti dan berempati terhadap segala sesuatu yang ada di sekitar kita.Meskipun demikian, sering kita tidak sadar, sering kita lebih mementingkan diri kita sendiri, sering kita masih mengedepankan si ego, sering kita mengandalkan kekuatan diri kita sendiri.
Mungkin sudah saatnya untuk melihat kembali dan merevisi sikap kita untuk bergotongroyong dan bersama –sama melibatkan Dia dalam kehidupan kita sehingga dengan kebesamaan dan inspirasi semut gereja, dapat meringankan apa yang kita pikul saat ini.

Selamat berkarya.
Salatiga, 10 April 2007

Ngisi Lagi

0 komentar


Sepertinya hari-hari yang berlalu cukup banyak menyita waktuku buat sejkedar intropeksi saja mungkin semakin sulit.Atau aku terlalu capek mengerjakan semua pekerjaan ku selama ini, makanya blog yang aku bikin menantikan uluran tangan buat diisi kembali.
Entah sudah sekian lama keinginan untuk ngeblog masih saja menggayuti kepalaku, mungkin ini saatnya nulis lagi.
Inspirasi May 26.2009

Kapan ya, punya kesempatan ngisi blog lagi?
 
Copyright © Jejak Berirama Blogger Theme by BloggerThemes & newwpthemes Sponsored by Internet Entrepreneur