Arti Persaudaraan

2 komentar


I Petrus  1:22
Karena kamu telah menyucikan dirimu oleh ketaatan kepada kebenaran, sehingga kamu dapat mengamalkan kasih persaudaraan yang tulus ikhlas, hendaklah kamu bersungguh-sungguh saling mengasihi dengan segenap hatimu.

Baru saja saya pulang dari Cepu.Perjalanan yang menyenangkan bisa bertemu orang tua kami, satu hal yang mengesankan, kami diberi kesempatan untuk mengunjungi  makam Eyang Bidan, kemudian menginap di desa, merasakan suasana desa, dan pada akhirnya waktu juga yang membawa kami pulang ke Salatiga.

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 5 jam, kami turun dari “bis bapak” di batas kota lama Salatiga (trimakasih Tuhan, sudah sampai dengan selamat ).

Sebaiknya beli nasi saja dulu, saran istri saya, ok lah sahut saya sambil mengiyakan tanda setuju, mampirlah kami di warung Cak Kumis.Mengingat sampai di rumah pastinya capek sekali dan tentu saja ingin benar-benar “istirahat”, sementara belum agda makanan yang siap santap.Kami putuskan membeli nasi goreng dua bungkus, dan setelah selesai kamipun bergegas pulang, kangen rumah.

Selesai mandi dan bersih-bersih, kami mulai bersantap.Namun beberapa saat santap malam kami terhenti sejenak…ada tamu.

Njanur gunung, kok kadingaren.Seorang saudara yang tinggal di blok dekat rumah kami datang berkunjung, dan kenapa njanur gunung? karena tidak biasanya beliau datang ke tempat kami.Tentu ada hal penting yang akan disampaikan, batin saya.Kedatangan beliau ke tempat kami ternyata menyampaikan pesan supaya jam tujuh nanti datang untuk acara rapat keluarga, lebih jelasnya dalam rangka pembentukan pengurus trah keluarga besar Eyang Martodihardjo.Singkat cerita, saya mengiyakan akan datang memenuhi undangan tersebut.

**
Bertemu dengan keluarga dari ibu saya, sesuatu yang sudah jarang sekali saya lakukan, istilah jawanya kepati obor, bagaimana tidak? Semenjak ibu wafat, komunikasi antar keluarga boleh dikatakan nyaris tidak ada, apalagi “dayung” diarahkanNya kepada saya untuk merantau ke daerah sebrang, rasanya semakin lama hubungan kekeluargaan itu menjadi semakin jauh.

MAKLUM, proses kehidupan terkadang menyita waktu  kita, entah itu berkaitan dengan pekerjaan, keluarga, usaha, atau hal-hal lainnya .

Baiklah, ketika sampai di tempat pertemuan, saya tercengang, ternyata banyak saudara-saudara saya yang masih saya ingat.Ingatan saya seolah-olah dikembalikan ke masa lalu, sama  ketika mendiang ibu masih ada.Beliau-beliau yang hadir memang sudah “sepuh”,  namun bentuk wajah beliau ini tidak jauh berbeda dengan yang saya ingat pada saat saya masih kecil.Supaya tidak salah, saya hanya bisa memanggil, mas, om, tante, atau bulik.Lucu sekali rasanya.
Sekilas juga diterangkan penjabaran silsilah keluarga, dan ternyata justru saya cucu yang paling tua, karena mendiang eyang saya, Eyang Toemiyati adalah anak mbarep, anak pertama.Jadi menurut beliau-beliau, saya lah cucu tertua.Wah, kok bisa begitu ya?

Pertemuan itu bagi saya sungguh berkesan, karena dengan demikian kami kembali dipersatukan dalam ikatan keluarga besar kami.Untuk pertemuan selanjutnya, pembahasan kepengurusan trah juga akan segera dilaksanakan setelah masing-masing dari kami menyerahkan “PR” berupa penyusunan silsilah keluarga.Ya, kita tunggu saja apa hasilnya.

**
Persaudaraan menurut saya bukan hanya di dalam hubungan darah antara orang tua anak,namun juga di dalam kehidupan kita di masyarakat. Pernah juga suatu saat saya diberi sebuah pertanyaan oleh sahabat : kalau saya nanti bisa datang di pertemuan yang diselenggarakan terus saya sebagai apa?
Pertanyaan sederhana yang saya sulit menjawabnya pada saat itu.Akhirnya saya jawab sebagai sahabat to…dia balas : hanya sebagai sahabat? Saya terdiam, maksudnya bagaimana ya? Kalau menurut saya saat itu, sahabat sudah menunjukkan urutan tertinggi dalam sebuah pertemanan.
Saudara, bukankah sebagai saudara? Saya jadi tercengang…Ya betul…sebagai saudara.
Saudara identik dengan satu darah, satu daging, tidak dapat dipisahkan.

Sekali lagi, jawaban sahabat, saudara, rekan sekerja saya yang satu ini, h memberikan makna yang mendalam dalam mengartikan persaudaraan yang sesungguhnya.

Salatiga, 30 September 2009


Ke Makam

0 komentar


Makam Swargi Ibu Sri Kasiati
Gunung Tengis - Padaan - Kab. Semarang






Cangkir

3 komentar


Dari khotbah yang disampaikan pagi ini, banyak hal yang menjadi inspirasi saya untuk menulis.Salah satu diantaranya adalah ilustrasi mengenai cangkir teh.Beberapa hari yang lalu, dikisahkan ada acara reuni murid-murid yang bermaksud melakukan silaturahmi ke tempat mantan guru mereka.Untuk menyambut kehadiran mantan muridnya,sang guru ini membuat racikan teh istimewa untuk disuguhkan.Berhubung murid yang datang banyak, maka gelas atau cangkir pun bervariasi, ada yang terbuat dari porselen, dari kaca, dan dari plastik.Teh ini rasanya manis, segar, dan disajikan dalam keadaan hangat, karena sesuai dengan iklim di Salatiga yang berhawa dingin.Satu persatu murid mengambil sesuai dengan wadah yang disediakan, ada yang mendapat cangkir porselen dalam kondisi bagus, ada yang menggunakan gelas plastik,atau ada yang mendapat gelas kaca.Nah, kalau diperhatikan, apaun kondisi wadah yang dipakai, ternyata tidak penting, yang terpenting adalah isinya, the yang manis, segar dan hangat.Ya, isi dari berbagai macam gelas itulah yang paling bermakna, teh yang bisa dirasakan, yang bisa dinikmati.
Hampir sama dengan kehidupan kita, cangkir atau gelas itu menandakan pembungkus luar yang ada dalam jiwa kita, sedangkan the manisnya adalah hati kita.Kadangkala kita dibungkus oleh cangkir porselen yang indah, yang menandakan kemakmuran secara materi, kadang kita dibungkus oleh gelas seng yang sudah “lecek”, menjalani hidup yang pas-pasan saja, namun apalah arti pembungkus jika isi yang terkandung didalamnya tidak semanis dan selezat isinya?

Sudah sepantasnya kita kagum dan bangga dengan apa yang sudah dicapai oleh rekan-rekan ataupun sahabat dan saudara kita tentang keberhasilan dan jerih payah usaha mereka sehingga mereka layak di sebut sebagai orang sukses.Meskipun kita hanya bisa bergumam, menyebutnya didalam hati, ow ternyata sudah sukses, dulu jalan kaki sekarang bermobil, dulu selalu ngebon, sekarang jadi tukang traktir.Perubahan itu semoga tidak menjadikan hati mereka menjadi lain dengan hati yang dulunya diliputi ketulusan, tidak membawa efek yang negatif bagi sesamanya yang belum berhasil, namun menjadi pemicu agar dapat berhasil seperti mereka.


Kita tidak bisa memiliki semua yang terbaik di dunia ini, namun kita bisa memberikan yang baik dari apa yang sudah kita miliki.

Ahli “Palsu”

0 komentar
Tulisan ini saya buat untuk pengingat, supaya lebih berhati-hati dalam urusan service apapun produk yang ingin diperbaiki.

Beberapa waktu yang lalu, saya dihadapkan pada masalah printer yang rewel.Bisa cetak, tapi bergaris, dan kabur seperti hasil cetakan fotocopy yang udah lama tidak pernah turun mesin.Parah !
Padahal printer itu baru dibeli dua bulan yang lalu.Memang setelah saya telusuri asal muasalnya, ada kemungkinan karena pernah ada kejadian menggunakan printer tersebut untuk kertas stiker yang lumayan tebel, sehingga bersinggungan dengan area tonernya, yang mengakibatkan kebocoran atau apapun istilahnya hingga seperti ini.Karena printer itu printer andalan kantor, terkenal cepat, makanya begitu tahu hasil cetakan yang tidak sesuai, banyak komplein dari teman-teman dan pimpinan.Siaga Satu, batin saya saat itu.Akhirnya diputuskan untuk diperbaiki di tempat isi ulang dan minta informasi apa bisa diperbaiki.Jadi yang ada dalam pikiran kami, cartridge itu diperbaiki.Setelah beberapa saat, sang pembawa cartridge datang dan menyodorkan kuitansi isi ulang.Wah…maksudnya apa?Akhirnya dijelaskan pula bahwa barang itu diisi ulang.Setelah dicoba, bukannya tambah manis malah semakin parah, isi toner berhamburan keluar, tidak bisa dipakai buat print lagi.
Karena penasaran, diputuskan esok paginya dikembalikan.

Esok pagi, saya sendiri yang datang ke tempat service.Sambil berbincang apa masalahnya, saya diberi penjelasan bahwa pengisian model begini cuma bisa maksimal sekian kali, setelah itu harus dan wajib ganti drum nya.Karena sudah cukup penjelasannya, dan pengerjaannya makan waktu saya diberikan alternatif ditinggal saja, jam sekian baru diambil.OK, saya sepakat.
Setelah saya ambil sesuai dengan kesepakatan, dan tanpa mengganti ongkos service saya coba saja hasilnya.Hasilnya bagus, tanpa masalah, seperti baru.

Nah, baru kemarin problem itu datang lagi, setelah pemakaian sebulan, hasil printer kabur dan cetakan tidak jelas.Karena sudah ada pengalaman sebelumnya, dan itu pertanda isi toner habis, maka saya bawa kembali ke tempat service.
Bapak tukang service itu ternyata masih ingat dengan saya, mungkin karena sering komplein.Dipanggilnya saya ke ruang kerjanya.Dengan bergetar dia bilang bahwa cartridge yang saya bawa kemarin diganti dengan punya pasiennya.Masih baru juga, saya juga ditunjukkan cartridge saya yang letoy masih berlumuran toner.Aduh, bagaimana bisa terjadi begini?
Ada dua hal yang langsung muncul dibenak saya, yang pertama saya sedih karena bapak itu tidak berterus terang dari awal sehingga saya punya pemikiran bahwa dia hebat, yang kedua saya juga bersyukur karena printer itu bisa dipakai normal.

Ini pelajaran, bagi saya ataupun Anda.

Ada Masalah

2 komentar
Percakapan lewat media chatting itu terhenti setelah sahabat saya offline, memang singkat, tapi bermakna banyak buat saya.Mengingatkan saya kembali tentang sebuah arti perjuangan untk berani hidup, menjalani kehidupan dunia yang penuh dengan teka-teki.

Dalam kesaksiannya, ia bercerita bagaimana ia seakan-akan tidak percaya bahwa ternyata Tuhan memberikan kesempatan untuk hamil dan sekarang mempunyai dua orang anak dari pernikahannya.Bagaimana tidak percaya? Diagnosa yang menyatakan bahwa ada kemungkinan tidak bisa memiliki keturunan akibat penyakit yang ada pada dirinya pupus sudah.Puji Tuhan, ungkapnya mengakhiri obrolan siang hari itu.
Saya hanya bisa membayangkan saja, entah bagaimana perasaannya kala itu, tapi kalau melihat dari serentetan tulisan – tulisan di blognya, saya percaya dia orang yang perkasa, tahan banting.

Kadangkala kita mengalami hal yang serupa tapi tak sama dalam menghadapi kehidupan kita sendiri.Mengapa kita tidak bersyukur saja atas masalah yang menimpa kita?Mengapa kita justru menyalahkan faktor lain selain diri kita?Apakah itu manusiawi?Normal?Wajar?...
Saya pernah mendapat satu perkataan yang cukup bijaksana dari dosen saya (alm).Dalam tesis untuk meraih gelar doktor dimana saya terlibat dalam penelitian beliau, beliau berkata bahwa setiap orang, setiap hari, setiap waktu pasti ada masalah, dan tidak mungkin orang itu tidak ada masalah.Hanya orang mati sajalah yang tidak punya masalah. ( ya, memang )

Kekhawatiran, kekalutan, rasa tidak PD, kadang menemani kita dalam masalah-masalah kita, namun kalau kita melihat lebih jauh lagi, masalah itu justru membuat kita jadi berpikir kritis, kita dituntut untuk segera memahami keadaan kita, kita dituntut untuk segera mengkoreksi diri kita sendiri, dan yang lebih penting masalah bahkan membuat kita lebih dewasa.Bukankah dengan adanya masalah, kita juga bisa menjadi lebih tahu, apa yang sebenarnya terjadi pada diri kita sendiri?

Saat ada masalah justru kita baru sadar bahwa kita punya Tuhan.Ow…ternyata saat itu kita “lupa” mendekatkan diri dengan Tuhan!Ow…ternyata saat itu kita sering meninggalkan persekutuan dengan Tuhan…Ow saya ternyata lebih sibuk bekerja daripada berdoa…Ow…Ow…Ow….dan masih banyak kejutan lain yang justru menyadarkan kita untuk kembali dan kembali memulai persekutuan dengan Tuhan.

Nah, mungkin artikel sederhana ini bisa menjadi penguat ketika kita sedang dilanda masalah, persoalan, atau apapun itu.Jangan lupa untuk berdoa.

Kedekatan kita dengan Tuhan hanya melalui Doa.

Minggu Pagi
13 September 2009
 
Copyright © Jejak Berirama Blogger Theme by BloggerThemes & newwpthemes Sponsored by Internet Entrepreneur