Catatan Kecil ( Bijaksana )

6 komentar

Angkutan kota itu hanya ditumpangi oleh beberapa orang saja, sementara anak saya duduk di belakang sambil bernyanyi,  ibunya sedang memeperhatikan percakapan antara dua orang ibu yang sama – sama naik ke jurusan yang sama.


Seorang ibu yang berprofesi sebagai pengumpul barang bekas, seorang  pemulung, tengah bercakap-cakap dengan penumpang di sebelahnya.

Susah ya bu, cari barang bekas, sekarang ini…”

“Apalagi sekarang, banyak yang jadi pemulung dadakan, cari rosok saja pakai mobil, pakai motor…”jawab si ibu pemulung.


Memang, kalau kita perhatikan dilingkungan kita, pemulung era sekarang lebih maju, mereka keliling dengan menggunakan mobil, motor, dan tentu saja dengan hasil yang berlipat dibandingkan dengan pemulung yang hanya berjalan kaki.

“Tapi, Gusti itu tidak pernah tinggal diam lho,bu, yah meskipun semakin banyaknya pemulung pake mobil dan penghasilan saya jelas jadi berkurang, namun kok ya, saya masih dapat jatah, saya masih diberi rejeki, masih cukup buat hidup” kata si ibu pemulung.

“Gitu ya, bu?”

“Ya…..mbok wis ben (biar sajalah), mereka kan juga cari makan, tapi ya itu tadi meskipun begitu, saya masih diberi bagian kok, kabeh kan wis diatur karo sing Nggawe Urip,” sambungnya lagi.


Bijaksana.Itulah yang diungkapkan oleh istri saya, bagaimana tidak, ditengah sengitnya usaha manusia mencari uang, penghasilan, yang munculnya persaingan usaha, sikut sana-sikut sini, ternyata masih ada orang yang mau mengalah, orang yang menyadari, orang yang mau mengerti kehendakNya, bahwa Dia memberikan yang terbaik bagi umatNya, memberi bagian yang pantas ia terima.Ucapan apa adanya dari seorang ibu pemulung merupakan bukti bagaimana dia bisa menerima dengan positif kehidupan yang tengah dijalani.


Salam

Instan ?

13 komentar
Pernah mendengar kata instan?
Banyak produk-produk instan bertebaran disekitar kita dan kalau diperhatikan, ke”instan”nan tersebut ditawarkan untuk memudahkan kita dalam menggunakan atau memanfaatkannya.
Sebut saja mie instan.Sekali kita membelinya, kita dengan mudahnya dapat segera menyantap hidangan mie dengan berbagai aneka rasa, mau yang goreng atau yang rebus.Juga beberapa produk lain.Tidak ketinggalan pula produk-produk instan selalu dibumbui dengan kata-kata mudah, praktis,lebih hemat,dan bahasa – bahasa promosi lain supaya kita dianjurkan untuk cepat-cepat memakainya.

Beberapa tayangan di seputar dunia maya kita, internet, juga banyak ditawarkan produk-produk instan, dan yang sering ditawarkan adalah bagaimana untuk cepat kaya.Kaya dengan cara instan.Tanpa susah-susah sudah dapat penghasilan ratusan ribu, jutaan, bahkan sampai puluhan juta.Dan mungkin saja, “peluang” ini dijadikan ladang emas yang menggiurkan bagi mereka yang ingin merubah nasib.
Semua yang serba instan begitu menawan, mempesona.

Pada akhirnya topik instan ini menjadi perdebatan hangat dalam forum diskusi kami beberapa hari lalu, dan yang menjadi pokok pikiran adalah instan yang bagaimana?

Maskipun instan, tetap ada waktu,tetap ada proses, tetap ada tahapan-tahapan yang harus dijalani, dan sangat mustahil ( setahu saya ya ) ketika kita menggunakan produk-produk instan ini kita langsung hap hap hap memakainya, kecuali kita “kepepet/sorry : ngragas”,ya kan?Mie instan tadi di rebus dulu, diberi bumbu, baru disajikan, dan hasilnya adalah mie dengan aroma yang menggoda.Hasilnya enak bukan?Ya iya lah,enak.
Instan menjadi kaya, tetap ada tahapannya, buka rekening ini dan itu, setor ini dan itu, hasil ini dan itu, cara kerja ini dan itu, dan semua ini dan itu pasti memakan waktu, pakai proses, ya kan?

Dan ternyata semua harus diawali dengan satu hal yang namanya kerja.Tidak mungkin kita memetik hasil kalau kita tidak melakukan sesuatu.

II Tesalonika 3:10
Sebab, juga waktu kami berada di antara kamu, kami memberi peringatan ini kepada kamu: jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan.

Untuk itu, wajib kita renungkan, seenak apapun,semudah apapun, sesukar apapun yang kita lakukan dalam setiap pekerjaan kita, akankah lebih baik kita syukuri dan kita nikmati saja?

Dia pasti tahu, apa yang sebenarnya menjadi kebutuhan kita saat ini dan tentu saja disediakanNya bagi kita yang percaya.

Salatiga, subuh 05:23

BERKUNJUNG

10 komentar
Beberapa bulan lalu, kan ada moment lebaran. Saya jadi ingat sebuah tradisi yang mewarnai lebaran itu, tradisi berkunjung atau saling mengunjungi.

Di tempat kami, tradisi itu sangat kental sekali, apalagi keluarga kami sebagian besar tinggal di daerah pedesaan, acara berkunjung itu menjadi bagian yang tidak terpisahkan di hari Lebaran.Ketika berkunjung itulah, kita jadi tahu, siapa dan bagaimana saudara- saudara kita, sekarang tinggal dimana, dan mungkin beberapa pertanyaan seputar kabar mereka paling tidak membuat kita mengangguk-angguk. ( coba direnungkan! )

Meskipun beberapa tahun di tanah orang ( Sapat – Riau ) , pengalaman berlebaran tidak jauh berbeda dengan di Jawa, tradisi itu juga berlaku.
Ada sedikit cerita tentang lebaran di tanorang (bc : tanah orang ) tersebut, biasanya, pada saat Lebaran tiba, Uwak ( Pak Man Alm.)*) pagi-pagi benar jam 05.00 WIB mengetuk pintu rumah kami, memberikan makanan khas Banjar,lengkap, opor ayam, rendang daging, lontong kupat, krupuk sendhok, dan yang lebih kami tercengang adalah porsinya bisa dimakan selama seminggu. Banyak sekali bukan? Dan kebiasaan kami, sehabis mereka sholat Id, kami pun bertandang dari rumah ke rumah di sekitar lingkungan.Di Sapat ada tiga komposisi masyarakat dominan, Bugis,Banjar, dan Jawa, maka dari itu kalau di lihat dari sisi makanan tradisionalpun otomatis ada 3 jenis, dan tentu saja kami tidak ketinggalan mencicipi makanan ala Bugis seperti jenis lepet, ketan hitam, jadah, nasi ayam, makanan ala Banjar, dan tentu saja makanan Jawa tulen, opor ayam kampung. Kebanyakan makanan itu disajikan dalam satu baki-satu baki, dan satu baki tersebut dimakan 3-4 orang.
Bertandang atau berkunjung itu membuat suasana menjadi akrab selain efek positif nya : kekenyangan makanan. ( ha ha ha )

Tidak mengherankan, mengapa tiap tahun ada tradisi mudik, salah satu faktornya adalah pingin kumpul bareng, kangen keluarga, kangen masakan rumah.

Nah, mungkin tidak salah ya, demikian juga dengan komunitas kita, dunia blog katakanlah begitu, kegiatan blogwalking, identik juga dengan saling berkunjung, artinya apa, kita mengunjungi blog-blog teman, menyapa tulisan-tulisan mereka, meninggalkan kesan, komentar, dan apresiasi kita terhadap salah satu hasil karya mereka, entah itu tulisan atau gambar, menjadikan blog yang kita kunjungi menjadi hidup, menjadi “ramai”, lebih berarti dan memberi nilai lebih, membuat pertemanan di dunia maya semakin erat.Apalagi ketika teman-teman baru dengan status masing2 mulai memberikan komentar, pastinya kita pun juga akan membalas komentar tersebut dengan mengunjungi blog-blog mereka bukan?
Dan satu hal lagi, ketika kita dipertemukan bukan hanya dari dunia maya, tapi di dunia relitas kita, hmmm, kopdar, pastinya lebih punya arti per”kunjungan” tersebut.

Selamat berkunjung!

*) Pak Man : beliau disebut uwak, dituakan dan disegani di kampung.
 
Copyright © Jejak Berirama Blogger Theme by BloggerThemes & newwpthemes Sponsored by Internet Entrepreneur