CUKUP

Seringkali kita mendengar bahwa kata cukup mengandung pengertian pas, tepat, sudah sesuai, stop.Kecukupan juga bisa diberi pengertian tidak lebih dan tidak kurang.

Dalam menterjemahkan kata cukup, ada satu ayat yang merupakan ayat favorit saya :

Ibrani 13: 5
Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu. Karena Allah telah berfirman: "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau."


Sebagai manusia, kita sering lupa bahwa kata cukup seringkali kita lewatkan begitu saja.Karena apa?Karena kita mempunyai kecenderungan tidak bisa mengendalikan kedagingan kita sendiri tatkala kita berada pada kelimpahan rejeki.Secara sederhana dapat saya gambarkan bahwa dalam dunia materi, yang patokannya adalah kekayaan, memiliki sesuatu yang lebih merupakan sebuah impian tersembunyi.Dengan gampangnya kita bisa berganti mobil, kita bisa memiliki ini dan itu, membeli setiap produk yang ditawarkan, kalau bisa semua yang ditawarkan di dunia ini.Hal ini tidak salah, karena kita punya sarana untuk membeli, kita punya kekayaan untuk bisa menguasainya.Perilaku yang demikian mendorong kita untuk memanjakan nafsu kita sendiri tanpa “berpikir” akan sebuah kata cukup.Karena apa? Karena kita sudah tidak bisa membedakan lagi antara kebutuhan dan keinginan, seolah-olah keinginan itu sama dengan sebuah kebutuhan.Apakah iya?Saya rasa kebutuhan merupakan hal pokok yang harus dipenuhi, seperti sandang, pangan, papan.Boleh dikatakan sebagai kebutuhan primer kita.Sementara itu kalau kita berbicara keinginan, keinginan mencakup arti luas sebagai sebuah hasrat untuk menguasai sesuatu, entah itu membeli, melakukan sesuatu yang diyakini bisa dimiliki.Jadi kalau sudah sama antara keinginan dan kebutuhan jadinya nafsu.Kita sudah tidak bisa menguasai diri lagi, kita menjadi budak atas pikiran kita sendiri.

Pagi hari ini, 25 Agustus 2009, saya juga tersentuh dengan tema ketamakan yang ditulis dalam renungan harian yang biasa kami baca.Ketamakan pertanda kecukupan yang tak pernah terpuaskan.Apakah kita bisa menerima ketika kita meninggalkan apa yang sudah kita punya untuk sesuatu yang masih kabur dalam hidup kita?sesuatu yang belum pasti?sesuatu yang masih diangan2?

Saya rasa cukup harus diikuti dengan syukur.Cukup tidak bisa dipandang dari segi apapun.Rasa cukup datang dari hati kita, dari akal sehat kita.

Kukatakan ini bukanlah karena kekurangan, sebab aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan.
Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. Dalam segala hal dan dalam segala perkara tidak ada sesuatu yang merupakan rahasia bagiku; baik dalam hal kenyang, maupun dalam hal kelaparan, baik dalam hal kelimpahan maupun dalam hal kekurangan.
Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku
Filipi 4 : 11-13

Salatiga 25 Agustus 2009

0 komentar:

 
Copyright © Jejak Berirama Blogger Theme by BloggerThemes & newwpthemes Sponsored by Internet Entrepreneur