Selagi Mampu Bertahan ( Kikis Istianta )

Apakah kekuatanku, sehingga aku sanggup bertahan, dan apakah masa depanku, sehingga aku harus bersabar?
(Ayub 6: 11)

Kemarin malam, tepatnya dini hari jam satu pagi, saya dikejutkan oleh ketokan pintu di rumah saya, dan ternyata yang muncul adalah anak buah saya, dengan muka yang tegang dia mengabarkan bahwa dermaga muat di depan pabrik hancur semua karena dihantam kapal ponton.---Kami tinggal di tepi sungai besar yang merupakan satu-satunya lalulintas air di daerah ini ---Pada saat itu saya sempat panik, tapi saya tahan-tahan sampai saya tiba di dermaga tersebut.Karena tali pengikat depan lepas maka kapal ponton yang sedang mengisi muatan hasil produksi kami di dermaga terhanyut oleh arus dan mencabut tiang-tiang pancang pengikat tali kapal dan merusakkan sebagian dari dermaga pabrik.Baru kali ini saya melihat kehebatan arus yang mengalir, dan memang pada saat itu saya bisa melihat aliran air itu dengan memperhatikan enceng godok yang bergerak seiring dengan arus itu, lumayan deras.Saat itu tali sebesar lengan masih terikat hanya pada satu tiang pancang dan hanya itulah yang menahan beban kapal ponton yang bermuatan 3.000 ton, setelah kurang lebih setengah jam bertahan akhirnya air sungai yang mulai pasang mulai menarik tali yang terikat pada tiang pancang dan jembatan batu yang dibangun lebih dari 20 tahun terbelah dan tertarik sehingga putus dan tiang pancang pengikat tali tercabut.Kejadiannya cukup menegangkan karena kalau tidak ada ada penahan tali itu, ponton bisa dipastikan akan hanyut dan menghantam semua dermaga di pasar yang terletak tidak jauh dari tempat kami.Setelah dermaga terseret ponton, kapal penarik bertahan lama untuk melawan arus mebawa ponton itu ke tengah sungai, dan akhirnya ponton dengan beban 3.000 ton perlahan – lahan meninggalkan pelabuhan untuk berlabuh.
Kerusakan lumayan parah, jembatan batu, tiang pancang, kayu2 ulin, dan penahan dermaga, hanyut terbawa arus sungai.Hanya beberapa jam apa yang saya lihat sore harinya, sudah tidak ada lagi ditempatnya.

Saat itulah saya merenungkan, bagaimana kondisi yang harus kita hadapi ketika kita berada pada situasi yang demikian, di tengah arus dunia yang serba cepat, serba deras, perubahan yang tiba-tiba, situasi yang tidak menentu.Mampukah kita bertahan atau malah ikut terseret arus ? Di sekitar kita, banyak sekali hal- hal yang membuat kita menjadi bimbang dan ragu, apalagi ditengah – tengah maraknya keinginan – keinginan tersembunyi dalam hati kita untuk menguasai “dunia” dengan harta kekayaan, jabatan ataupun kekuasaan.

Terkadang saya bertanya dalam diri saya sendiri, mampukah saya bertahan menghadapi semua ini?

Satu jawaban saya peroleh setelah tulisan ini saya biarkan kurang lebih dua bulan.Harus mampu bertahan.Ada penolong yang setia.Penolong yang hidup.Tuhan Yesus.
Beberapa saat setelah itu, saya mengalami sebuah keadaan yang berbalik 180 derajat.Ketika pekerjaan banyak terbengkelai, ketika semua menunjuk tangan ke arah saya, dan saya benar-benar mengalami suatu peristiwa yang mematahkan semangat saya.Seandainya saya punya sayap saya akan terbang tinggi menjauh dari segala permasalahan yang ada.Namun saya kembali diingatkan ditegur Tuhan.Melalui perenungan saya, doa yang saya panjatkan, akhirnya saya menemukan kembali peluang-peluang kecil yang tatap mengharapkan saya untuk bertahan dalam situasi yang bagaimanapun.Kritikan, saran, masukan saya mencoba ntuk menerimanya meskipun dengan rasa yang berat, dengan rasa sakit hati yang terpendam, dan saya mencoba melupakannya, mencari nilai positifnya.Hati kecil saya mengisyaratkan untuk tetap bertahan selagi mampu…

Sama halnya ketika badai menerpa, dan tdk hanya itu mungkin akan meninggalkan sisa-sisa kerusakan yang membuat hati kita teriris pilu, tapi yan jelas badai itu pasti berlalu bukan?

Dilema, 2007

0 komentar:

 
Copyright © Jejak Berirama Blogger Theme by BloggerThemes & newwpthemes Sponsored by Internet Entrepreneur